NOW

Rabu, 09 November 2011

BERNAFAS DALAM “LUMPUR NEOLIBERALISME”


BERNAFAS DALAM “LUMPUR NEOLIBERALISME”
(Refleksi atas Rasa Kebangsaan Masa Kini)


Kasus nasabah Citibank yang tewas di tangan dept collector gara-gara menunggak pembayaran tagihan kartu kredit sesungguhnya bisa kita jadikan “titik perlawanan” terhadap salah satu symbol  neoliberalisme (neolib). Hal ini jika kita hendak menjadikan neolib sebagai “musuh bersama” dalam rangka menegakkan panji-panji nasionalisme, dan mengibarkan semangat baru sebagai bangsa yang merdeka. Pasalnya, pasca keruntuhan rezim politik era Orde Baru kita berhadapan dengan rezim kapitalisme politik dan ekonomi yang berkekuatan super dahsyat.
Saat ini semakin banyak orang kaya (baca: pemilik modal) yang tidak bisa memutar uangnya di sector riil, sehingga dimana-mana mereka berjualan uang dengan mendirikan perusahaan-perusahaan pembiayaan; dari mulai modal kerja, investasi, konsumtif dan jasa-jasa lain. Celakanya lagi, ada sebagian besar pelaku industry pembiayaan tersebut bermodalkan uang dari orang asing (luar negeri).
Lalu apa yang terjadi kemudian? Arus deras ekspansi modal berlangsung secara ekstrim karena persaingan yang tidak sehat. Para pelaku usaha kecil (mikro) lalu menjadi korban dari pemaksaan arus modal dan system penagihan yang tidak manusiawi. Dan saat ini, lebih dari separuh pelaku usaha kecil itu tengah meradang menghadapi “terorisme perbankan”.  Ironisnya, baik pelaku usaha kecil dan dept collector itu adalah sama-sama anak bangsa yang dilahirkan dalam kubangan “lumpur neoliberalisme”. Ini jelas politik devide et impera model baru!
Belum lagi, betapa tak terhitung warga bangsa ini terpaksa kehilangan sumber penghidupannya, beralih dari pelaku usaha menjadi buruh. Para petani juga sudah menjual lahannya demi membayar tagihan hutang yang semakin hari semakin menjerat. Persaingan dagang pun semakin kejam dan tidak mengenal prinsip kekeluargaan. Produk-produk luar negeri semakin hari semakin menggunung di halaman rumah kita. Tidak hanya itu, pasar tradisional di sekitar kita malah dihiasi dengan sejumlah mini market milik “orang asing”. 
Bisa ditebak, menjamurnya mini market itu mampu merubah secara ekstrim budaya belanja warga bangsa ini. Pasar tradisional yang semula menjadi “arena berkebudayaan” saat ini sudah mulai ditinggalkan. Banyak warga kita terjerumus dalam gemerlap symbol neolib itu. Berbondong-bondong menuju budaya swalayan; datang tanpa tutur-sapa, transaksi tanpa kata-kata, dan pergi tanpa cerita cinta. Bukan hanya asset ekonomi yang dirampas, tapi juga aseet tradisi-kebudayaan kita yang digilas.
Saat ini bahkan kita semakin sulit menemukan kearifan social dalam lingkungan kita sendiri. Sepertinya karakter bangsa ini sudah berubah haluan secara drastic. Kiblat spiritual kita juga sudah bergeser cukup jauh. Masing-masing kita dibuat sibuk dan mabuk dalam semboyan “time is money”. Secara berjamaah kita bahkan sudah mentertawakan norma-norma kebangsaan kita, dan larut dalam gemerlap panji-panji imperialisme. Yang kaya yang berkuasa, yang miskin yang selalu kalah dan tertindas!
Berkaca pada situasi tersebut di atas maka kita perlu menegaskan kembali arah keberpihakan dan perlawanan kita.  Harus segera dipetakan secara jelas “medan pertempuran” kita saat ini. Juga, harus dirumuskan kembali dasar-dasar dan falsafah hidup sebagai bangsa yang merdeka. Tidak sekadar merdeka secara politik, tapi juga merdeka secara ekonomi, merdeka secara budaya, dan merdeka secara spiritual.
Demikian, semoga kita tetap semangat dalam pertempuran berikutnya…!

Oleh: Shafei Pahlevie
______________________________

 VERSI GOOGLE TRANSLATE JADI BEGINI :


Breathe in "MUD NEOLIBERALISM"
(Reflections on the Sense of Nationhood Today)


The case of Citibank customers who died at the hands dept collector because of delinquent credit card bill payment can actually make our "point of resistance" against one of the symbol of neoliberalism (neolib). This is if we want to make neolib as a "common enemy" in order to uphold the banner of nationalism, and fly the new spirit as an independent nation. Because, after the collapse of New Order political regime we are dealing with a regime of political capitalism and super-powerful economic force.
Today more and more people rich (read: owners of capital) that can not turn the money in the real sector, so that everywhere they sell money by setting up financing companies, from start working capital, investment, consumption and other services. Unfortunately again, there is much of the financing industry capitalize money from foreigners (overseas).
So what happens then? Torrential flows of capital expansion took place in the extreme because of unfair competition. The small businesses (micro) and then become victims of the imposition of capital flows and billing systems that are not humane. And today, more than half of small businesses was being inflamed face "banking terrorist". Ironically, both small businesses and the dept collectors are equally children of the nation who were born in the puddle "mud neoliberalism". This is clearly political divide et impera new model!
Not to mention, how countless citizens of this nation is forced to lose their source of livelihood, switching from business to labor. The farmers also had to sell his land to pay the bills ever growing debt trap. Trade competition became more ruthless and do not recognize the principle of kinship. Foreign products is increasingly high on our home page. Not only that, the traditional markets around us even decorated with a number of mini markets belonging to the "foreigners".
Predictably, the mushrooming of mini market was able to change the culture of extreme shopping citizens of this nation. The traditional markets are beginning to be "cultured arena" are now becoming obsolete. Many of our citizens mired in a glittering symbol of neolib it. Flocked to the culture of self-service; come without a speech-sapa, transactions without words, and went without a love story. Not only deprived of their economic assets, but also aseet-cultural tradition we are crushed.
Currently we are even more difficult to find social wisdom in our own environment. It looks like the character of this nation has changed direction drastically. Qibla spiritual we also have shifted far enough. Each of us kept busy and drunk in the slogan "time is money". A congregation we even laugh at our national norms, and dissolve in sparkling banner of imperialism. The rich are in power, the poor are always defeated and oppressed!
Reflecting on the situation mentioned above, we need to reaffirm our direction of partisanship and resistance. Must be clearly mapped "battleground" we are now. Also, have redefined the fundamentals and philosophy of life as an independent nation. Not just politically independent, but also economically independent, free and culturally, and spiritually independent.
Likewise, may we keep the spirit in the next battle ...!

By: Shafei Pahlevie